OBAT COVID-19 SUDAH DITEMUKANN?? [PART I]

OBAT COVID-19 SUDAH DITEMUKANN??
Pandemi sudah berakhir??
- part I -

Seakan belum lelah, Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) masih saja berkeliaran disekitar kita. Memengaruhi setiap aspek kehidupan, hinggap pada individu hingga menimbulkan korban jiwa. Dilansir melalui laman resmi WHO pada 1 Juli 2020, dari 216 kota di dunia, terdapat 10.357.662 kasus positif dan 508.055 kematian yang terkonfirmasi akibat covid-19.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk dapat meningkatkan angka kehidupan, tak ayal menimbulkan banyak perbincangan masyarakat tentang obat yang diduga mampu memulihkan kondisi korban seperti semula. Namun, benarkah obat tersebut dapat menyembuhkan covid-19?? Apa saja terapi yang disebutkan dapat melawan virus ini?? Yuk simak bahasan selanjutnya!

1.      REMDESIVIR


Remdesivir (RDV) merupakan obat analog dari (ATP) yang berupa antiviral dan berpotensi untuk melawan berbagai jenis RNA virus. Remdesivir ini akan bersaing dengan ATP yang asli agar bisa masuk ke dalam sel RNA virus dan menghambat polymerase virus itu sendiri sehingga transkripsi dan produksi virus bisa dihambat dan dikurangi.
Indikasi dari Remdesivir ini awalnya efektif untuk pengobatan virus Ebola, tetapi kandungannya juga dinilai mampu mengatasi RNA virus dan berpotensi untuk pengobatan SARS-CoV dan MERS-CoV.
        

Menurut Warren et al, pemberian Remdisivir sebanyak 10 mg/kg IV akan secara terus menenerus menghasilkan efek aktif dalam darah (10 µM) dan 100% dinilai melindungi tubuh dari virus Ebola. Penelitian juga menyebutkan bahwa Remdesivir mampu menghambat infeksi virus dan sel tubuh manusia (sel kanker hati Huh-7) yang mana juga sensitif terhadap n-Cov-2019.
Penelitian lain juga menyebutkan bahwa Remdesivir ini merupakan inhibitor yang paling efektif untuk menghambat polymerase Covid-19 dengan target utama viral polymerase nsp12 yang merupakan salah satu struktur RNA Covid-19.

Namun, menurut beberapa penelitian terbaru, menyebutkan bahwa efek samping dari RDV yaitu :
1. Meningkatkan kadar enzim hati yang bisa jadi mengindikasikan kerusakan hati. Penelitian juga menemukan bahwa terjadi peningkatan enzim hati pada 3 pasien Covid-19 di AS, setelah diberikan RDV.
2. Alergi bisa selama atau setelah proses injeksi yang ditandai dengan penurunan tekanan darah, nadi menjadi tidak beraturan, sesak, bengkak di area bibir atau wajah, kemerahan, berkeringat hingga mual dan muntah.

Dilansir dari Medicinenet.com, RDV sendiri tidak mempengaruhi kerja obat lain tetapi obat lain lah yang mempengaruhi kerja RDV yaitu dengan meningkatkan kadar RDV di aliran darah dan ada  juga yang sifatnya menurunkan. Beberapa obat yang bisa mempengaruhi RDV yaitu :
1. Clarithromycin
2. Rifampisin
3. Phenytoin
4. Phenobarbital
Dosis yang disarankan untuk treatment infeksi CoV yaitu dengan menggunakan regimen sebanyak 200 mg pada hari pertama dan dilanjutkan dengan 100 mg per hari selama 9 hari berturut-turut yang diberikan melalui IV.


Penelitian klinis oleh Gilead Sciences produsen Remdesivir juga menyebutkan bahwa treatment dengan RDV selama 5 hari sama hasilnya dengan perawatan klinis pasien yang sakit parah dan memungkinkan pasien akan lebih cepat terbebas dari perawatan yang kompleks dan melelahkan.
Yang perlu digarisbawahi adalah Remdesivir (RDV) ini masih dalam tahap penelitian dan belum ditetapkan sebagai obat yang benar-benar efektif untuk pengobatan Covid-19. Harapannya, dengan berbagai referensi penelitian yang sedang dilakukan, Indonesia juga semakin termotivasi untuk meneliti jenis obat yang lain atau bahkan melakukan penelitian untuk menemukan vaksin sehingga pandemi Covid-19 ini bisa segera berakhir.


Lantas, bisakah pandemi ini dianggap selesai dengan adanya obat ini???

No comments:

Post a Comment

Get in Touch

Feel free to drop us a line to contact us
  • ContactOfficial Account
  • AddressJl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Gedung L2 Lt.3 Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor
  • Emailpnc.unpad@gmail.com

Pages