Halo, Sobat PNC! Bagaimana waktu
liburannya kemarin? Pasti diisi dengan hal-hal yang menarik! Menghabiskan waktu bersama
keluarga di rumah, mengunjungi tempat wisata, travelling, wisata kuliner, atau mungkin sekadar berdiam diri di
rumah melakukan aktivitas yang biasanya tidak dapat dilakukan saat berkuliah!
Nah, Sobat, waktu liburan ini memang suatu peluang bagi sobat untuk melakukan
aktifitas di luar rutinitas saat berkuliah, tapi… Ets! Jangan sampai terlena
yaa dengan liburan ini. Terlena dalam hal—menyepelekan gaya hidup dan pola
makan sehat, misalnya. Saat liburan, biasanya sambil jalan-jalan, sekali lihat
jajanan… langsung shikat! Tanpa memperhatikan kandungan gizi dari makanan
tersebut. Jajanan yang paling lumrah ditemui dan menjadi konsumsi sehari-hari
masyarakat Indonesia ialah, Gorengan!
Bicara tentang gorengan, beberapa
dari sobat pasti tahu kalau gorengan identik betul dengan ‘kolesterol’. Tapi
tapi ternyata… ada salah pemahaman tentang ‘kolesterol’ yang seringkali
diucapkan oleh masyarakat nih. Penasaran? Penasaran? Eaa, cakep! Baca ulasan
PNC di bawah ini~
Dikutip dari artikel yang dirilis
oleh American Heart Association (AHA) 2017, salah satu mispersepsi umum tentang
kolesterol adalah orang yang kurus tidak berisiko memiliki kadar kolesterol
yang tinggi. Pada hakikatnya, orang yang kelebihan berat badan memang cenderung
berisiko memiliki kadar kolesterol yang tinggi, namun tidak berarti pada orang
yang kurus juga bisa lepas dari hal tersebut. Mengapa bisa? Karena pola makan
dan gaya hidup yang tidak sehat lah yang memicu terjadinya hiperkolesterolemia
ini!
Naah, sebenarnya nih sobat,
Kolesterol merupakan salah satu jenis lemak yang ada di tubuh kita, nama
lainnya adalah lipoprotein.
Kolesterol sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu yang lemak jenuh/kolesterol
baik: HDL (High Density Lipoprotein) dan lemak tidak jenuh/kolesterol jahat
(Low Density Lipoprotein). Jangan salah lho, kolesterol memiliki fungsi juga
untuk tubuh kita, yaitu salah satunya untuk membuat berbagai macam komponen
penting seperti hormone, membrane sel, dan asam empedu. Nah, lalu, kapan
kolesterol ini bisa berbahaya bagi tubuh kita? Kolesterol dapat berbahaya bagi
tubuh kita ketika kadar/jumlah kolesterol tersebut melebihi batas yang dapat
ditolerir oleh tubuh—seringkali disebut hiperkolesterolemia.
Jadi, kalau misalkan sobat ditanya
‘kamu punya kolesterol ya?’ ‘ya punya!’ ‘ih serem dong!’ sobat sudah bisa
langsung meluruskan tuuh pemahaman tentang kolesterol nya, kan sudah membaca
artikel PNC, hehe! J
Kok
bisa sih, si Kol ini jahat?! : Hiperkolestrolemia
Hiperkolestrolemia adalah suatu
kondisi dimana meningkatnya konsentrasi dalam darah yang melebihi nilai normal
(Guyton & Hall, 2008). Nilai kolesterol dalam darah ini, masing-masing ada
rentang normal nya lhoo. Nilai rentang normal yang dimaksud adalah nilai
kolesterol dalam darah yang dapat ditolerir oleh tubuh, sehingga tidak
memberikan dampak buruk bagi tubuh. National
Cholesterol Educational Program menetapkan nilai rentang normal kolesterol
bagi tubuh, yaitu:
Sumber: National Cholesterol Educational Program
Kadar
kolesterol dalam darah yang melebihi ambang normal (160-200 mg/dl) dapat
mengakibatkan penyakit jantung bahkan serangan jantung (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Ketika kadar
kolesterol di dalam darah melebihi ambang batas normal, kolesterol akan
tertimbun atau tertumpuk pada dinding pembuluh darah lho sobat! Timbunan
berlebih kolesterol pada dinding pembuluh darah ini disebut plak. Dampak dari
menimbunnya plak pada pembuluh darah ini menyebabkan dinding arteri menjadi
sempit dan mengeras, hii, seram kan! Bahayanya, jika plak sudah menjadi
gumpalan yang besar, aliran darah ke otak, jantung, atau organ lain bisa
terhalang.
(Ehrlich,
2015; Kabo, 2014; Misnadiarly, 2007; NIH, 2017). Maka dari itu, tidak heran nih sobat, kalau
sudah mengidap hiperkolesterolemia, lebih besar risikonya untuk mengidap
penyakit jantung atau stroke.
Guna
mengetahui kadar kolesterol sobat di dalam darah, salah satu caranya adalah
melakukan cek kolesterol yang bisa dilakukan di fasilitas kesehatan terdekat.
Nah, selain melakukan cek kolesterol dengan rutin, kira-kira bagaimana sih cara
kita screening ke diri kita sendiri,
kalau kita punya risiko untuk mengidap hiperkolestrolemia atau tidak?
Self-screening, yuk!
American Heart Association merancang
suatu program bernama CCCC (Check-Change-Control Cholesterol). Langkah yang
paling sederhana untuk mengetahui apakah sobat berisiko mengidap
hiperkolesterolemia yaitu dengan Check, masyarakat dihimbau untuk
mengkaji diri sendiri: apakah mereka berisiko atau tidak untuk mengidap
hiperkolestrolemia.
Pertama,
ketahui terlebih dahulu, apakah
orang tua sobat memiliki riwayat hiperkolestrolemia
atau tidak. Karena, seseorang dapat mengalami hiperkolestrolemia yang
disebabkan oleh faktor genetic dari keluarga, yang disebut familial hypercholesterolemia, walaupun
kasus ini terbilang jarang. Selain itu, ketahui, apakah keluarga sobat memiliki
riwayat penyakit jantung atau tidak. Kedua,
sobat bisa nih sedikit kenali gaya hidup
dan pola makan sobat. Jika asupan nutrisi sobat seringkali mengandung lemak
jenuh yang tinggi, seperti; makanan cepat saji, gorengan, makanan bermantan
(eh, bersantan), susu full cream, daging berlemak, kuning telur, mentega, keju,
dan kulit ayam, artinya sobat termasuk kaum berisiko, lho! Nah, sebenarnya
bukan suatu masalah jika sobat mengonsumsi makanan-makanan yang telah
disebutkan tadi. Namun, yang perlu diingat adalah, tidak dengan porsi yang berlebihan. Karena, segala sesuatu yang
berlebihan itu tidak baik yaa sobat!
Ketiga,
ketahui status gizi dengan mengukur
Indeks Massa Tubuh (IMT) sobat. Status gizi berat badan berlebih dan/atau
obesitas meningkatkan risiko seseorang untuk mengidap hiperkolesterolemia.
Untuk mengetahui nilai IMT sobat, mudah dan sederhana kok, ada rumusnya lhoo!
Rumus IMT= Berat
badan (kg) : [Tinggi badan (m)] 2
Interpretasi Status Gizi
|
Kategori
|
IMT
|
Kurus
|
Kekurangan
berat badan tingkat berat
|
<
17,0
|
Kekurangan
berat badan tingkat ringan
|
17,0 – 18,4
|
|
Normal
|
18,5
– 25,0
|
|
Gemuk
|
Kelebihan
berat badan tingkat ringan
|
25,1 – 27,0
|
Kelebihan
berat badan tingkat berat
|
>
27,0 – 29.9
|
|
Obesitas
|
Kelebihan
berat badan tingkat sangat berat
|
>30
|
Aduh, ternyata eh ternyata..
setelah self-screening, kayaknya saya berisiko mengidap
hiperkolesterolemia, nih!
Harus apa ya?!
Kudu modifikasi Gaya
Hidup dan Pola Makan!
1. Kurangi
asupan lemak trans dan jenuh
Meningkatnya konsentrasi lemak jahat
(LDL) disebabkan oleh asupan lemak jenuh yang berlebihan. Faktor diet yang
paling berpengaruh terhadap peningkatan konsentrasi lemak jahat adalah asam lemak jenuh. Sumber asam lemak jenuh
salah satunya dapat ditemukan di dalam lemak hewani. Sedangkan, sumber asam
lemak jenuh di dalam diet biasanya berasal dari produk yang terbuat dari minyak
terhidrogenasi parsial, seperti biskuit asin (crackers), kue kering manis (cookies),
donat, roti, dan makanan lain seperti kentang goreng atau ayam yang digoreng
menggunakan minyak nabati yang terhidrogenasi.
Sumber:
Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Jurnal Kardiologi Indonesia
1. Kurangi
berat badan berlebih
Jika salah satu faktor risiko sobat
untuk mengidap hiperkolesterolemia adalah berat badan berlebih, maka sobat
perlu untuk mengurangi berat badan nih! Untuk semua pasien dengan kelebihan
berat badan hendaknya diusahakan untuk mengurangi 10% berat badan (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, 2017). Nah, bagaimana
sih cara untuk mengurangi berat badan berlebih yang tepat dan sehat? Sudah
pernah dibahas nih, di artikel PNC sebelumnya, silakan baca pembahasannya lebih
lengkap di tautan berikut!
2. Tingkatkan
asupan serat
Berbagai kajian menunjukkan bahwa
konsumsi sayuran dan buahbuahan yang cukup turut berperan dalam menjaga
kenormalan tekanan darah, kadar gula dan kolesterol darah. mengendalikan
tekanan darah. Konsumsi sayur dan buah yang cukup juga menurunkan risiko sulit
buang air besar (BAB/sembelit) dan kegemukan.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara
umum menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan untuk hidup sehat sejumlah
400 g perorang perhari, yang terdiri dari 250 g sayur (setara dengan 21/2 porsi
atau 21/2 gelas sayur setelah dimasak dan ditiriskan) dan 150 g buah (setara
dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 11/2 potong pepaya ukuran sedang
atau 3 buah 14 jeruk ukuran sedang). Bagi orang Indonesia dianjurkan konsumsi
sayuran dan buah-buahan 300-400 g perorang perhari bagi anak balita dan anak
usia sekolah, dan 400-600 g perorang perhari bagi remaja dan orang dewasa. Sekitar
dua-pertiga dari jumlah anjuran konsumsi sayuran dan buah-buahan tersebut
adalah porsi sayur.
3. Tingkatkan
aktifitas fisik sehari-hari
Sesuai dengan program Germas
(Gerakan Masyarakat Sehat) yang dicanangkan oleh Kementrian Kesehatan RI, salah
satu kegiatan untuk meningkatkan derajat kesehatan Masyarakat adalah dengan
melakukan aktifitas fisik sehari-hari. Latihan fisik dapat meningkatkan
ketahanan fisik, kesehatan dan kebugaran (Kemenkes RI, 2014). Nah selain itu
sobat, tujuan dari melakukan aktifitas fisik secara teratur ialah mencapai
berat badan ideal, mengurangi risiko terjadinya obesitas/penyakit metabolic
lainnya, dan mengontrol faktor risiko penyakit jantung koroner. Olahraga
aerobik dapat menurunkan konsentrasi TG sampai 20% dan meningkatkan konsentrasi
kolesterol HDL sampai 10% Hebat kan!
Kira-kira, aktifitas fisik seperti
apa sih yang dapat diterapkan di sehari-hari dengan mudah? Gini sobat, aktivitas
fisik yang dianjurkan adalah aktivitas yang terukur seperti jalan cepat 30
menit per hari selama 5 hari per minggu atau aktivitas lain setara dengan 4-7
kkal/menit atau 3-6 METs. Beberapa jenis latihan fisik lainnya antara lain :
• Berjalan cepat
(4,8-6,4 km per jam) selama 30-40 menit
• Berenang selama 20
menit
• Bersepeda baik untuk
kesenangan atau transportasi, jarak 8 km dalam 30 menit
• Bermain voli selama
45 menit
• Menyapu halaman
selama 30 menit
• Menggunakan mesin
pemotong rumput yang didorong selama 30 menit
• Membersihkan rumah
(secara besar-besaran)
• Bermain basket selama
15 hingga 20 menit
• Bermain golf tanpa
caddy (mengangkat peralatan golf sendiri)
• Berdansa selama 30
menit
4. Berhenti
merokok
Menghentikan
merokok dapat meningkatkan kadar kolesterol baik (HDL) sebesar 5-10%.. Bila
seseorang dengan kolesterol tinggi yang juga merokok, maka mereka berisiko
terkena penyakit jantung koroner lebih dari seharusnya. Senyawa rokok berisiko
dari faktor risiko penyakit jantung lainnya seperti tekanan darah yang tinggi
dan diabetes mellitus (AHA, 2017). Nah sobat, ada beberapa langkah-langkah yang
dapat dilakukan untuk berhenti merokok menurut Kemenkes RI dalam program Germas
nya nih!
Sumber: Kemenkes Republik Indonesia
Jadi, gimana nih sobat setelah
mengenal sedikit lebih jauh tentang hiperkolesterolemia bersama PNC?
Nahhh berarti, ketika kamu menemukan orang terdekatmu atau bahkan kamu sendiri yang ternyata berisiko untuk
mengalami hiperkolesterolemia, sudah tau yaa tatalaksana non-farmakologi apa
saja yang harus dilakukan sekaligus diperbaiki! Pokoknya, segala hal tentang kesehatan sobat, khususnya pola makan dan gaya hidup, cuma sobat yang bisa mengatur!
Semoga sobat-sobat sehat selalu, jaga kesehatan, dann... jangan lupa bahagia~
Ditulis oleh:
Dananfi Wanda - PNC XII
REFERENSI
American Heart Association. (2018). Take Action. Live
Healthy! : My Cholesterol Guide. Retrieved from
https://www.heart.org/-/media/files/health-topics/cholesterol/cccc_my-cholesterol-guide.pdf?la=en&hash=D2615F014E44766A96EDEE2EF81633BE162B10D0
American Heart Association. (2018). Cholesterol Management
Guide: For Healthcare Practitioners. Retrieved from https://www.heart.org/-/media/files/health-topics/cholesterol/chlstrmngmntgd_181110.pdf
American Heart Association. (2018). Cholesterol Tools and
Resources. Retrieved from https://www.heart.org/en/health-topics/cholesterol/cholesterol-tools-and-resources
Fletcher, J. (2017, February 20).
Cholesterol levels by age: Differences and recommendations. Retrieved from https://www.medicalnewstoday.com/articles/315900.php
Kementrian Kesehatan RI. (2014). Pedoman Gizi Seimbang.
Retrieved from gizi.depkes.go.id/download/pedoman gizi/pgs ok.pdf
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
(2017). Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Jurnal Kardiologi Indonesia.
Retrieved from www.inaheart.org/upload/file/lipid.pdf%0A
No comments:
Post a Comment