KAMU MAKAN KARENA LAPAR ATAU KARENA MENGALAMI STRESS?


Hai sobat PNC!!!

Tidak terasa ya, liburan semester telah usai dan harus kembali ke rutinitas yang biasa?... yaitu, perkuliahan!

Eh, kalau dengar kata ‘kuliah’ di weekend gini, pada sensitif yaa? Ditambah, kalau di perkuliahan, ada tugas yang menunggu untuk diselesaikan dan... (eh sudah sudah, jadi panjang)..
Peru diingat sobat, kenyataan bisa dihindari, namun nggak baik kalau dihindari terus-terusan lho, kalau terus-menerus dihindari berarti kamu sedang dalam fase denial (fase penolakan)! Malah berhujung masalah kamu akan tertunda untuk diselesaikan, gak enak kaan :-(

Ahh. . berbincang-bincang mengenai perkuliahan, pasti banyak banget suka dan dukanya kan sobat?  Baik dari sisi akademik maupun non-akademik. Dari tugas kuliah yang bertumpuk-tumpuk, materi yang begitu kompleks dan sulit dipahami, belajar untuk ujian hingga larut malam, sampai rapat kepanitiaan/organisasi hingga larut malam, berusaha membelah diri untuk hadir di organisasi A dan organisasi Z, ditambah… pasti banyak lagi deh!
Tentu, hal-hal di atas, pasti sudah pernah dialami oleh sobat-sobat kaan? Dan… pasti sobat pernah merasakan kondisi di mana sobat merasa ada suatu ancaman yang datang dan  sobat jatuh ke kondisi yang sering dikenal dengan istilah stress.

Stress menurut American Psychological Association ialah keadaan tidak nyaman atas suatu kejadian yang dipengaruhi secara emosional serta diikuti oleh perubahan biokimia, fisiologis, dan perilaku. Nahh.. pasti kalau sobat-sobat sedang stress, mekanisme penyesuaian diri dan penyelesaian masalah atas stress teman-teman bervariasi nih. 


Dari survey online yang dilakukan oleh American Psychological Association di United States pada tahun 2013, dengan jumlah responden 1950 orang dewasa dan 1018 remaja, didapatkan bahwa 27% kategori umur dewasa mengatakan bahwa mereka memilih makan untuk mengatasi stress dan 34% kategori umur dewasa melaporkan bahwa mereka makan secara berlebihan atau memakan makanan yang tidak sehat atas dasar stress dan perilaku ini sudah menjadi kebiasaan.


Stress eating atau emotional eating merupakan keadaan di mana seseorang menggunakan makanan sebagai media untuk membuat dirinya merasa lebih baik. makan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan emosional daripada memuaskan kebutuhan fisiologis (lapar). Seperti, sobat-sobat mungkin akan makan pizza, es krim, burger, seblak, atau bahkan thai tea sampai 3 cup dalam satu hari untuk mengurangi stress yang sedang sobat dirasakan. 
Nah, hal tersebut adalah contoh dari makan untuk memuaskan kebutuhan emosional semata lho sobat!
Ketika sobat sedang dalam kondisi stress, hormon kortisol (hormone stress) yang dihasilkan akan meningkat diikuti dengan peningkatan hormon insulin (hormon yang mengikat glukosa dari darah). Ketika hormone insulin yang dihasilkan berlebih, otak akan dikirimkan sinyal bahwa tubuh kita sedang membutuhkan pasokan glukosa. Sehingga, ketika sobat sedang dalam kondisi stress, sobat cenderung mengonsumsi makanan yang mengandung glukosa tinggi—makanan ini dikenal dengan istilah ‘comfort foods’ seperti es krim, coklat, pizza, burger, dan makanan cepat saji lainnya. 
Hormon kortisol juga memiliki peran untuk mengaktifkan enzim lipoprotein lipase, yaitu enzim yang bertanggungjawab atas penyimpanan lemak. Selain itu, meningkatnya hormone kortisol, lemak juga akan terhambat untuk dipecah. Sehingga, dengan meningkatnya aktifitas penyimpanan lemak dan terhambatnya pemecahan lemak, maka… voila! Lemak akan cenderung menumpuk di tubuh, wah… bisa dibayangkan kan gimana bahayanya? Diketahui juga bahwa meningkatnya hormon kortisol secara terus menerus, dapat menjadi salah satu faktor atas penyimpanan lemak yang berlebih di bagian rongga perut (visceral fat), yang lebih umumnya dikenal dengan buncit pada perut!
Stress eaters lebih berpeluang untuk memberikan reaksi berlebihan atas stress, sehingga meningkatkan kecenderungan mereka untuk makan berlebih. Nah sobat, menurut Data Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) tahun 2016 menunjukkan penduduk dewasa berusia diatas 18 tahun yang mengalami kegemukan atau obesitas sebesar 20,7 persen. 

Untuk mengidentifikasi lebih lanjut kalau sobat sedang mengalami stress eating atau tidak, yuk coba kita lihat ciri-ciri stress eating di bawah ini!


1. Stress eating cenderung datang tiba-tiba dan terasa harus terburu-buru bahkan saat itu juga untuk dipenuhi. Sedangkan, lapar karena kebutuhan tubuh secara fisiologis, rasa untuk memenuhi kebutuhan makanannya datang secara bertahap.
2. Ketika sobat mengalami stress eating, sobat akan cenderung mengidamkan makanan yang mengandung tinggi glukosa (gula) dan berlemak, sehingga rasanya instan untuk menghilangkan hasrat lapar emosional tersebut.
3. Kalau sobat lagi makan, namun sobat tidak memperhatikan jumlah makanan dan menikmati makanan yang sobat makan. dapat dikatakan bahwa sobat makan hanya untuk memenuhi kebutuhan emosional sobat semata nih… karena, kalau sobat makan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis (lapar) sobat, pasti jumlah makanan dan rasa dari makanan yang sobat makan akan lebih diperhatikan!
4. Stress eating mempunyai ciri khas juga nih! Yaitu, ketika sobat makan sebanyak apapun, pasti akan ada suatu keinginan untuk makan lagi dan lagi. Hal ini membuat lapar emosional tidak bisa menimbulkan sensasi kenyang nih. Sobat akan berhenti makan jika perut sobat mulai merasa tidak nyaman.
5. Dan terakhir… stress eating biasanya berujung pada rasa sesal, bersalah, dan malu. Rasa atas sesal, bersalah, dan malu tersebut timbul karena adanya kesadaran bahwa makan yang sudah dilakukan sobat bukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, tetapi sekadar untuk memenuhi kebutuhan emosional sobat yang tidak ada ujungnya!


Nah.. sekarang sobat sudah tahu kan, ciri-ciri dari stress eating itu bagaimana ?? Untuk menanggulangi stress eating yang terjadi, kita ingat-ingat lagi nih ke penyebab dari stress eating, yaitu stress sebagai pemicunya!
Untuk menghindari lapar emosional, berarti kita harus pandai untuk menanggulangi stress itu sendiri dong… nah hal itu bisa ditanggulangi dengan beberapa strategi nih, yaitu:
1. Berolahraga
Stress bukan berarti kita harus terpuruk ke kesedihan ya sobat.  stress bisa disalurkan menjadi hal yang positif dan lebih bermanfaat (khususnya dari segi kesehatan fisik), seperti melakukan olahraga. Dengan berolahraga, diharapkan dapat mendistraksi dan mengurangi sobat dari keterpurukan atas stress. 
Membuat Stress menjadi teman baik kamu!
Di dalam buku yang berjudul The Upside Stress yang ditulis oleh Kelly McGonigal pada tahun 2015, ada sebuah statement yang menarik tentang stress, yaitu menganggap stress sebagai teman baik kita dan mengubahnya menjadi hal yang membuat kita untuk menanggulangi stress itu sendiri dengan mudah. Eksperimen yang dilakukan oleh Brooks dengan cara adanya 2 kelompok yang diminta untuk menanamkan mindset “Saya senang” dan kelompok lainnya diminta untuk menanamkan mindset “Saya tenang”. Eksperimen tersebut membuahkan suatu hasil bahwa orang yang sedang mengalami stress kemudian mengatakan dan menanamkan sebuah mindset kepada dirinya sendiri bahwa “Saya senang” terbukti lebih baik dalam menanggulangi stress yang dialaminya daripada peserta yang diminta untuk menanamkan “Saya tenang”. Ketika dalam kondisi stress, tentu detak jantung kita akan lebih cepat dan akan timbul rasa cemas yang sulit untuk dihindari. Namun, menurut Kelly McGonigal, dengan menanamkan mindset “Saya senang”—senang yang dimaksud di dalam hal ini ialah senang bahwa dengan lebih cepatnya detak jantung ini, individu akan lebih siap untuk melewati stress yang sedang dialaminya. Jadi, ketika sobat sedang dalam kondisi stress dan sebagai tindakan preventif atas emotional eating, yuk sobat coba untuk lakukan hal di atas! 

2. Kurangi konsumsi kafein
Mengonsumsi kafein di siang hari dapat memengaruhi kualitas tidur dan berhujung akan memengaruhi tingkat stress. Mengonsumsi kafein terlalu banyak juga dapat memicu reaksi emosional yang lebih tak terkendali terhadap stress.

3. Mencari dukungan dari support system sobat
Penuhi kebutuhan emosional mu!
Ketika kamu stress, cari tahu dan identifikasi terlebih dahulu nih sobat, kira-kira penyebab sobat stress apa saja. Kesepian, kelelahan, kecemasan, maupun kebosanan dapat menjadi pemicu stress, lho! Nah, bagaimana cara memenuhi kebutuhan emosional yang sudah disebutkan di atas sih? Gini sobat, kalau misalkan sobat:
- Kesepian: cobalah hubungi dan mulai percakapan dengan keluarga, teman terdekat, maupun pasangan sobat yang dipercaya dapat membuat sobat merasa lebih baik atau mainlah dengan hewan peliharaan sobat. 
- Kelelahan: wah, ini pasti sudah biasa banget dialami sama mahasiswa yang aktivis garis keras… kalau sobat lelah, sobat bisa coba untuk membuat secangkir teh hangat, mandi menggunakan air hangat, mendengarkan musik yang menenangkan, menyalakan scented candles, atau berselimutlah dibalik kedinginan malam dan penuhi kebutuhan tidur sobat dengan kondisi lampu dimatikan, biar nyenyak! Hehe
- Kecemasan: sobat bisa melakukan poin 1 dan 2 yang sudah dijelaskan sebelumnya nih untuk menghilangkan kecemasan. Sederhananya, berjalan kaki sambil mendengarkan music pun terbukti bisa menghilangkan
- Kebosanan: biasanya bosan muncul karena 2 hal nih, kemungkinan pertama adalah sobat sedang jenuh banget dengan kegiatan sehari-hari sobat yang sifatnya monoton banget, atau kemungkinan kedua adalah.. sobat sedang prokrastinasi dari tugas-tugas yang menunggu untuk diselesaikan, eh… iya gak tuh? He he. Nah, kalau mengalami kebosanan gini, coba sobat banting setir dulu nih, untuk melakukan aktifitas yang benar-benar disukai atau sobat bisa coba untuk ke luar sementara dari zona nyaman sobat…

Jalan keluar lain adalah Praktikkan metode mindful eating!
Nah, agar sobat makan dengan tujuan yang benar, yaitu untuk memenuhi kebutuhan fisiologis (lapar) di kala sobat sedang stress, maka mindful eating adalah jawabannya! 
Mindful eating adalah kegiatan makan yang mengembangkan kesadaran diri dari dalam: Apakah kita benar-benar lapar? Apakah kita puas dengan rasa makanan ini? Apakah rasa lapar kita terpenuhi? dan dari luar: Apakah ini adalah makanan yang sehat untuk saya? Apakah makanan ini lezat? Apakah makanan ini menarik untuk dimakan?. Mindful eating melatih diri untuk lebih memerhatikan makanan yang dimakan dan respon yang diberikan dari dalam diri saat kita memakan makanan tersebut di kondisi stress guna menghindari stress eating. 

Caranya begini nih sobat:
1. Makanlah di tempat yang kondusif—tidak ada banyak orang, suasana yang tenang, dan tidak ada distraksi.
2. Pastikan sobat hanya melakukan satu aktifitas, yaitu makan dan jauhkan gadget sobat. 
3. Hindari melakukan aktifitas lain saat sobat sedang makan.
4. Gunakan stopwatch dan set waktu sobat untuk makan setidaknya selama 20 menit. 
5. Mulai makan dengan suapan sedikit demi sedikit, pehatikan, rasakan, dan nikmati perlahan-lahan tekstur dan rasa dari makanan tersebut.
6. Jika makanan sudah habis dan ingin menambah porsi makan/memakan makanan lain, beri waktu jeda dan pikirkan kembali apakah sobat benar-benar ingin makan lagi karena rasa lapar sobat belum terpenuhi secara fisiologis atau sobat hanya ingin makan tanpa alasan yang jelas.

Nah, gimana nih sobat PNC, sudah bisa membedakan belum antara makan untuk memenuhi kebutuhan lapar tubuh dan untuk memenuhi kebutuhan emosional semata? Kalau sobat sedang galau, sedih, atau dalam kondisi terpuruk dan sobat ingin makan… pastikan sobat penuhi kebutuhan emosional sobat dulu yaa sebelum makan! Jangan sampai sobat makan untuk memenuhi kebutuhan emosional sobat semata, karena tidak akan ada kepuasan yang dicapai, sensasi kenyang tidak terpenuhi, dan bahkan membuat sobat merasa bersalah karena makan dalam porsi yang terlalu banyak—buruknya, perilaku ini akan menjadi kebiasaan dan mekanisme andalan sobat untuk mengatasi stress sehingga, risiko sobat untuk mengalami obesitas semakin meningkat. 

Make sure you satisfy and fulfill your body needs while hungry, never feed your stress”


Ditulis oleh
Dananfi Wanda – PNC XII


REFERENSI
American Psychological Association. (2014). American Psychological Association Survey Shows Teen Stress Rivals That of Adults. Retrieved September 6, 2018, from http://www.apa.org/news/press/releases/2014/02/teen-stress.aspx
Breeze, J. (2016). Can Stress Cause Weight Gain? Retrieved August 20, 2018, from https://www.webmd.com/diet/features/stress-weight-gain#2
Dallman, M. F., Pecoraro, N. C., & Fleur, S. E. (2005). Chronic stress and comfort foods: Self-medication and abdominal obesity. Brain, Behavior, and Immunity, 19(4), 275-280. doi:10.1016/j.bbi.2004.11.004
McGonigal, K. (2015). The Upside of Stress. London: Ebury Digital
Kemenkes RI. (2017). BAYI GENDUT, LUCU TAPI BELUM TENTU SEHAT. Retrieved August 20, 2018, from http://www.depkes.go.id/article/print/17012300002/bayi-gendut-lucu-tapi-belum-tentu-sehat.html
M., Smith, J., Segal, & R., Segal. (2018, July). Emotional Eating: How to Recognize and Stop Emotional and Stress Eating. Retrieved September 6, 2018, from https://www.helpguide.org/articles/diets/emotional-eating.htm
Strien, T. V. (2018). Causes of Emotional Eating and Matched Treatment of Obesity. Current Diabetes Reports,18(6). doi:10.1007/s11892-018-1000-x
Strien, T. V., Zwaluw, C. S., & Engels, R. C. (2010). Emotional eating in adolescents: A gene (SLC6A4/5-HTT) – Depressive feelings interaction analysis. Journal of Psychiatric Research,44(15), 1035-1042. doi:10.1016/j.jpsychires.2010.03.012

No comments:

Post a Comment

Get in Touch

Feel free to drop us a line to contact us
  • ContactOfficial Account
  • AddressJl. Raya Bandung-Sumedang Km 21, Gedung L2 Lt.3 Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor
  • Emailpnc.unpad@gmail.com

Pages